Menjadi Penulis Buku Mayor

Resume ke 12 Gelombang 20

Hari, tanggal          : Jumat, 6 Agustus 2021

Judul                        : Menjadi Penulis Buku Mayor

Narasumber           : Joko Irawan Mumpuni

    Ada sesuatu yang menarik pada pertemuan kelas belajar menulis pada, Jumat, 6 Agustus 2021. Saya katakan menarik karena pada awal pertemuan, sang moderator memulainya dengan beberapa hal yang disampaikan kepada peserta, seperti :

  1. Nikmati kelas ini dengan bahagia, tersenyumlah agar imun bertambah.
  2. Sediakan air minum juga cemilan agar tambah bahagia
  3. Siapkan pertanyaan, kirim ke 088809405468 sebutkan nama dan asal.
  4. Nikmati materi dari nara sumber dengan antusias.

    Sungguh suatu sapaan yang menyejukkan hati dan membuat semangat  peserta agar dapat mengikuti kelas belajar menulis ini. Demikianlah sapaan dari moderator Mr. Bams yang pada malam hari ini akan mendampingi pemateri yang menurutnya adalah seorang hebat di sebuah penerbitan, yaitu bapak Joko Irawan Mumpuni.

    Di awal pertemuan Om Joko, demikian sapaan Mr. Bams, menampaikan bahwa biasanya ia memakai voice note, namun kali ini akan full teks dan gambar.

Sebelum memulai pemaparan materinya, Om Joko memperkenalkan diri.

Menurut beliau, ia sudah 20 tahun menghidupi dunia penerbitan, penulisan dan aktif di asosiasi penerbit Indonesia. Hal ini membuatnya selalu bersemanagat jika diajak berdiskusi tentang penerbitan dan penulisan buku.

Pertanyaan yang sering muncul kepadanya adalah apa syarat agar tulisan kita dapat diterbitkan oleh penerbit mayor? Apa kriteria dari penebit mayor, dan apa perbedaan dari penerbit mayor dengan penerbit minor atau penerbit Indie yang mulai banyak bermunculan akhir- akhir ini?

Sebeluk teknologi informasi berkembang pesat seperti sekarang ini, orang hanya mengenal penerbit Mayor dan penerbit Minor. Masing- masing memilki pendapat tentang keduanya yang sekaligus membedakan kedua penerbit ini. Namun, semua pendapat tersebut merujuk pada satu kesimpulan yang pasti yaitu jumlah terbitan buku pertahun dari penerbit Mayor jauh lebih banyak disbanding penerbit Minor. Untuk jumlahnya juga tergantung pendapat masing- masing.

Penulis akan merasa bangga ketika karyanya diterbitkan oleh penerbit mayor, karena tentunya naskah karyanya akan dilelola lebih profesonal, di samping itu juga karena penerbit mayor biasanya memiliki fasilitas yang lebih baik, modal, percetakan, SDM juga jaringan pemasaran yang lebih luas.

Agar karya seorang penulis bisa masuk, diterima dan diterbitkan oleh penerbit mayor harus melalui seleksi dengan tingkat persaingan yang sangat amat ketat. Sebagai contoh, di Penerbit ANDI, tiap bulan naskah yang masuk bisa dari 300 sampai dengan 500 naskah dan yang diterbitkan hanya 50 sampai dengan 60 judul saja. Tentunya sisanya dikembalikan ke penulis atau DITOLAK.

Karena begitu sulitnya menembus penerbit professional baik penerbit minor apalagi penerbit mayor, maka para penulis ada yang menerbitkan karyanya sendiri  yang disebut penerbit Indie. Naskah buku yang bisa diterima dan diterbitkan oleh penerbit  professional  seperti penerbit ANDI  adalah semua naskah buku yang bisa dijadikan buku lalu laris dijual. Berikut  pengelompokkan buku yang bisa dijual dipasaran.

Kelompok besar buku dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok buku teks dan kelompok buku non teks. Buku teks adalah buku yang digunakan oleh mahasiswa atau siswa dalam proses pembelajaran. Di tingkat sekolah di sebut buku pelajaran disingkat BUPEL sedangkan untuk kelompok mahasiswa disebut buku pergurua tinggi yang disingkat PERTI. Sedangkan buku non teks adalah sebaliknya dan cenderung disebut sebagai buku- buku populer karena memang kontennya berupa apa saja yang populer dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Contoh buku teks

Contoh buku non teks

Dalam prakteknya pemakaian buku oleh pembacanya tidak lagi dibagi menurut kelompok- kelompok tadi, namun apapun buku yang dibaca bisa dijadikan referensi untuk praktek kehidupan sehari- hari maupun dalam rangka mendapatkan jenjang akademik yang lebih tinggi.

Penerbit adalah lembaga profitable yang mencari keuntungan untuk bertahan hidup dan berkembang sehingga karyawan sejahtera, konsumen puas dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Karena itu, penerbit boleh dikatakan industri. Naskah yang masuk pun akan dianggap sebagai bahan baku output industri. Jika bahan baku bagus maka akan menghasilkan produk yang bagus pula. Oleh karena itu, para penulis dan juga calon penulis  harus paham cara berpikir industri penerbitan agar naskah tidak ditolak.

Ini merupakan gambaran industri penerbitan secara lengkap, namun jika disederhanakan akan menjadi seperti ini:

Naskah yang bisa diterima penerbit adalah naskah yang bisa dijadikan buku dan laku terjual.

Ini pembobotan penilaiannya.

Ini alasan mengapa diterima atau ditolak.

Ini adalah salah satu data dari Google Trend. Dari contoh diatas kita uji coba apakah buku yang membahas tentang batu akik sedang dibutuhkan masyarakat saat ini atau tidak. Ternyata tidak. Buku tentang batu akik laku sekitar tahun 2013 sampai 2014. Bapak ibu bisa cek sendiri thema naskah yang telah ditulis.

Ini adalah contoh tema yang memiliki trend yang baik, bisa dilihat dari grafiknya, selalu tinggi, stabil dan tidak pernah menyentuh titik NOL.

Hindari tema- tema yang yang telah mati karena Corona.

Ini adalah bidang- bidang baru karena Corona. Tema- tema yang membahas seputaran bidang inilah yang kemungkinan laku.

Selanjutnya, jika tema telah bagus, penerbit akan mengecek REPUTASI penulisnya, salah satu dapat ditelusuri dari Google Schoolar.

Ini adalah dasar pertimbangan penerbit dalam menentukan oplah atau jumlah cetak :


Penerbit akan menentukan oplah tinggi jika buku itu dinilai mempunyai market lebar dan lifesycle panjang. Lifesycle panjang artinya buku itu akan tetap relevan dimasa yang akan datang dalam waktu yang  panjang.

Camkan kalimat diatas.

Seorang penulis tidak hanya mendapatkan kebanggan saja namun setidaknya penulis yang berhasil akan mendapatkan ini semua.

Tidak hanya kepuasan batin yang didapat tetapi juga reputasi, karier yang semakin baik, dan tentunya uang. Dan inilah rinciannya.

Di tengah- tengah pemaparan materinya, bapak Joko, menampilkan sebuah video lucu sebagai ajakan kepada bapak/ ibu peserta agar tidak tegang. Bagi saya itu merupakan ajakan agar dalam menjalani kegiatan kita sehari- hari jangan terlalu dibebani dengan masalah tetapi menjalaninya dengan hati yang tulus dan ikhlas. Terima kasih bapak Joko dan Mr. Bams yang telah membimbing kami peserta agar lebih banyak belajar.

Kemudian muncul pertanyaan kepada bapak/ ibu peserta, apakah bapak/ ibu peserta termasuk dalam kategori PENULIS IDEALIS ( tidak butuh uang ) atau PENULIS INDUSTRIALIS ( yang harus mendapatkan uang saat menulis )

Yang disukai penerbit adalah kwadran kana atas yaitu IDEALIS sekaligus INDUSTRIALIS.

Sebagai penutup, sebelum Tanya jawab beliau membagika slide- slide berikut sebagai perenungan dan motivasi :

Bapak/ ibu peserta termasuk orang- orang pandai,  maka sayang kalau tidak menulis.

Pertanyaan apakah bapak/ ibu peserta disini adalah anak- anak dari ulama besar? Anak- anak dari raja? Bila jawabannya tidak, maka menulislah agar hidup kita berguna bagi sesame selamanya.

Yang sudah sempat nonton film Dilan, pasti tidak asing dengan kalimat itu.

Kemudian dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab, yang dipandu oleh Mr. Bams. Biasanya, saya hanya membaca pertanyaan  dari bapak/ ibu peserta, atau bahkan saya juga mengajukan pertanyaan, dan setelah dijawab saya memahami dan berhenti disana. Namun kali ini, saya tertarik dengan satu pertanyaan dari Mr. Bams kepada Om Joko yang disampaikan di sela- sela menunggu pertanyaan dari peserta. Mr. Bams menanyakan bagaimana perjalanan karir Om Joko sampai sekarang bisa mendapat amanah Direktur Penerbitan. Lalu beliau menceritakan tentang awal ia menjadi penulis. Ia mulai dari keberadaannya sebagai mahasiswa yang bodoh tetapi punya mimpi yang tinggi. Bukti kebodohannya adalah selalu minta kepada adik kelasnya yang juga ikut kelas ini bernama Deswati yang cantik dan pandai matematika.Salah satu mimpi yang paling kuat adalah menjadi orang yang terkenal. Salah satu adalah dengan menjadi penulis.Mulai dari bersahabat dengan penulis yang mapan, membantu menyempurnakan tulisan, sampai menulis bersama sampai 4 judul buku dan pada akhirnya sampai pada buku ke 5 sudah pakai nama sendiri dan bahkan sering diajak menulis para penulis pemula. Karena rata- rata buku yang ditulisnya menjadi best seller, maka ia sangat disukai penerbit termasuk Penerbit ANDI. Saat  Penerbit ANDI butuh Wakil Direktur yang tahu pasar buku, ia dipanggil untuk ada di posisi tersebut adan langsung diterimanya. Jabatan Wakil Direktur dijabatnya hanya 2 tahun, lalu menjadi direktur selama 17 tahun. Dan sejak tahun yang lalu, ia tidak lagi di operasional Direktur, tetapi sudah masuk di Dewan Direksi.

Satu pesan beliau, “ semua berasal dari mimpi … kejarlah mimpi itu … menjadi penulis kita akan mendapatkan segala yang kita inginkan … menulis tidak mengenal usia …ada banyak penulis yang bukunya menjadi best seller setelah penulisnya meninggal, seperti Hasan Sadeli  yang sampai saat ini warisan  royaltinya dinikmati anak cucunya”.

Pada akhirnya, sebelum menutup kegiatan pembelajaran, Mr. Bams, menyampaikan terima kasih kepada Om Joko, dengan mengucapkan kalimat “ senang bisa belajar bersama mala mini. Semoga kebaikan Om Joko untuk berbagi ilmu malam ini akan membuka kebaikan- kebaikan yang dating bertubi- tubi. Semoga kesuksesannya akan menular kepada kita semua. Mr. Bams mohon pamit dengan menyampaikan salam dari Om Jay dan Tim. Salam sejahtera untuk semua dan salam Literasi, Bravo Guru Hebat  yang selalu bergerak. Terima kasih bapak Joko dan Mr. Bams, moderator yang kreatif.

 

Pante,   Agustus 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Mana Ide Menulis Datang

Buku Mahkota Penulis, Buku Muara Tulisan

Menulislah Dengan Hati Yang Lepas, Karena Hati Sumber Inspirasi